BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipnoterapi
adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti
untuk mengatasi masalah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku.
Selain itu, hipnoterapi juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan
penyembuhan yang menggunakan metode hipnosis untuk memberi sugesti atau
perintah positif kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan
psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang agar
menjadi lebih baik. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnosis untuk terapi
disebut "hypnotherapist". Hipnoterapi menggunakan pengaruh
kata-kata yang disampaikan dengan teknik-teknik tertentu. Satu-satunya kekuatan
dalam hipnoterapi adalah komunikasi. (Kahija, 2007)
Dalam ruang lingkup psikoterapi, hipnosis digunakan bukan
saja dalam psikoterapi penunjang, tetapi lebih dari itu. Hipnosis merupakan
alat yang ampuh dalam psikoterapi penghayatan dengan tujuan membangun kembali
(rekonstruktif), sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar tercapai
suatu pendekatan terinci dan menyeluruh.
Penggunaan
hipnosis sudah ada sejak awal mula peradaban manusia. Pada saat itu, hipnosis
belum dikenal dengan nama “hipnosis”. Hipnotis di masa lalu dipraktikkan dalam
ritual agama dan ritual penyembuhan (untuk membantu mengatasi emosi, masalah
psikologis, dan sebagai
alternatif anestesi untuk operasi
lapangan). Catatan sejarah tertua tentang hipnosis yang
diketahui saat ini berasal dari Ebers Papyrus yang menjelaskan teori dan praktik
pengobatan bangsa Mesir Kuno pada tahun 1552 SM. Hipnosis telah dipraktikkan di
tempat yang berbeda dengan berbagai istilah sejak dahulu. Sejarah hipnosis modern
dimulai pada abad ke-18. (Kroger, 2007). Pada tahun 1900-an,
hipnoterapi mulai menjadi popular,
yaitu menggunakan hipnosis untuk membantu orang berhenti merokok, dan menurunkan
berat badan.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa psikologi mengetahui definisi
dan sejarah hipnoterapi.
2. Agar mahasiswa psikologi mengetahui dasar
teori hipnoterapi.
3. Agar mahasiswa psikologi mengetahui
tokoh-tokoh hipnoterapi.
4. Agar mahasiswa psikologi mengetahui tujuan
hipnoterapi.
5. Agar mahasiswa psikologi mengetahui proses
hipnoterapi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Definisi
Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah suatu rangkaian proses yang
digunakan seorang hipnoterapis untuk menyelesaikan masalah klien dengan ilmu
hipnosis.
Hipnoterapi adalah suatu metode dimana pasien
dibimbing untuk melakukan relaksasi (trans), dimana setelah kondisi relaksasi
dalam ini tercapai, maka secara alamiah gerbang pikiran bawah sadar sesesorang
akan terbuka lebar, sehingga yang bersangkutan cenderung lebih mudah untuk
menerima sugesti penyembuhan yang diberikan.
Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu
psikologi yang mempelajari manfaat sugesti (perintah positif) untuk mengatasi
masalah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku. Hipnoterapi dapat
juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan metode hipnosis.
Hipnosis bisa diartikan sebagai ilmu untuk memberi sugesti atau
perintah positif kepada pikiran bawah sadar seseorang. Orang yang ahli dalam
menggunakan hipnotis untuk terapi disebut “hypnotherapist”.
Hipnoterapi menggunakan sugesti atau pengaruh kata-kata
yang disampaikan dengan teknik-teknik tertentu. Satu-satunya kekuatan dalam
hipnoterapi adalah komunikasi.
B. Sejarah
Hipnoterapi
Pada zaman dahulu, hipnosis seringkali dikaitkan
dengan kekuatan supranatural, ritual keagamaan, kepercayaan, dan sebagainya.
Banyak "orang pintar" di zaman Mesir Kuno dan Yunani menggunakan metode
hipnosis untuk mengobati orang-orang dengan masalah emosi,
masalah psikologis, dan sebagai alternatif anestesi pada saat
itu, walaupun saat itu belum ada istilah hipnosis.
Menurut
yang ditulis pada catatan dokumen medis Ebers Papyrus, catatan
sejarah tentang sejarah hipnosis, berawal dari zaman Mesir Kuno 1550 SM.
Menurut Ebers papyrus, dituliskan bahwa pada zaman Mesir Kuno ada kuil
pengobatan yang bernama kuil tidur. Cara pengobatan pada waktu itu, para
pendeta menyembuhkan pasiennya dengan menyentuhkan tangannya pada dahi pasien
sambil mengucapkan mantra atau sugesti untuk menyembuhkan pasiennya. Warga
sekitar pada saat itu mempercayai bahwa pendeta itu memiliki kekuatan magis.
Abad ke-18 adalah titik awal untuk sejarah hipnosis modern,
yang dimulai dari pendeta yang bernama Gassner. Gassner meyakini bahwa orang
sakit itu kerasukan setan, maka dengan membuat pasien masuk ke kondisi hypnosa
(hypnosa adalah kondisi dimana manusia menjadi rileks dan terfokus), kemudian
beliau melakukan ritual tertentu untuk mengusir setan yang ada dalam tubuh
pasiennya.
Setelah
Gassner, barulah muncul beberapa tenaga kesehatan dari para dokter dan psikolog
yang meneliti tentang hipnosis ini, dimulai dari :
1.
Franz Anton Mesmer (1735-1815),
2.
Marquis de Puysegur (1751-1825),
3.
John Elliotson (1791-1868),
4.
James Braid, penulis dan dokter terkenal di Inggris (1795-1860),
5.
Para psikiater, Jean Martin Charcot (1825-1893) dan Sigmund Freud (1856-1939),
6.
Milton Erickson (1901-1980),
7.
Dave Elman (1900-1967),
8.
Ommond McGill (1913-2005).
Dari
para tokoh di atas, yang paling berperan adalah Milton Erickson, karena jasanya
hipnosis bisa diterima oleh Asosiasi Medis Amerika dan Asosiasi Psikiatris
Amerika yang bisa digunakan dalam pengobatan sejak tahun 1958.
Dr.
Milton H. Erickson pertama kali memperkenalkan bahwa jiwa manusia sangat unik.
Tidaklah mudah meminta orang untuk secara langsung menghilangkan kebiasaan
buruk yang ingin dia tinggalkan. Seperti kita menyampaikan nasihat kepada
seseorang yang mengeluh karena dia mempunyai masalah, “Sekarang kamu dapat menyelesaikannya”,
atau seseorang yang mempunyai masalah perilaku lalu kita berikan nasihat,
“Sekarang perilaku Anda sudah berubah menjadi baik”. Belum tentu dia akan
merubah perilakunya dengan segera. Mungkin hanya untuk sementara, tetapi
biasanya kebiasaan itu akan kembali lagi. Apalagi jika kita tidak mengetahui
akar permasalahannya mengapa dia berperilaku demikian, tidak mengetahui nilai
dasar dan keinginan sebenarnya yang dimiliki orang tersebut. Jiwa manusia
sangat kompleks. Setiap orang mempunyai jiwa dan nilai yang unik. Perilaku atau
respon seseorang tidak sama dalam menghadapi peristiwa yang berbeda. Bahkan
sangat mungkin sekali untuk peristiwa yang sama, perilaku atau respons
seseorang yang sama dapat berbeda.
Hal
inilah yang dikembangkan Erickson menuju metode hipnoterapi yang lebih efektif.
Berkat jasanya dalam mengembangkan metode-metode dalam melakukan terapi klinis
dengan metode hipnoterapi, maka pada tahun 1950-an hipnoterapi diakui oleh
Asosiasi Medis Amerika sebagai metode terapi.
Paska
Milton H. Erickson, metode ini berkembang terus sampai dengan metode yang
berorientasi kepada pasien. Saat ini, metode ini lebih efektif digunakan
apalagi digabungkan dengan pola komunikasi yang telah dikembangkan Erickson.
Metode ini telah banyak dipergunakan oleh para terapis terkenal seperti Gill
Boyne, Mary Lee LaBay, Calvin Banyan, dan lain-lain.
Hipnoterapi di masa lalu identik dengan kondisi
tidur, terbaring, atau tidak bergerak. Pada masa kini, hipnosis lebih
ditekankan pada kondisi relaksasi yang dalam, baik secara fisik maupun mental.
Saat ini dikenal beberapa keadaan hipnosis, seperti moving meditation, hypnoidal
state, serta automatic writing,
dimana pasien melakukan aktivitas bawah sadar dalam bentuk gerakan atau
tindakan yang dikendalikan oleh niat.
Psikolog pada Pusat hipnoterapi Kedokteran RSPAD
Gatot Subroto (Pusat Hipnotis Kedokteran pertama di Indonesia). Dra. Psi,
Adjeng Lasmini mengatakan, pada hipnoterapi, pasien diajak untuk rileks secara
fisik dan mental dengan memusatkan perhatian melalui sarana fiksasi berupa
suara, tatapan, dan sentuhan secara berulang dan monoton. Ini membuat pasien
merasa semakin santai. Dalam kondisi hipnoterapi selanjutnya, sugesti positif
yang ditanamkan disusun dalam kalimat yang sederhana. Pada kondisi ini, kemampuan
seseorang untuk merangkum kalimat demi kalimat mengalami penurunan.
C. Dasar Teori Hipnoterapi
Telah
banyak penulis yang mencoba memberi keterangan mengenai fenomena hipnosis dan
banyak sekali teori yang diungkapkan. Teori-teori yang diajukan, antara lain:
teori imobilisasi, teori hipnosis sebagai suatu status histeria, teori yang
didasari perubahan fisiologis serebral, teori hipnosis sebagai suatu proses
menuju tidur yang dikondisikan, teori aktifitas dan inhibisi ideomotor, teori
disosial, teori memainkan peran (Role-Playing),
teori regresi, teori hipersugestibilitas (hypersuggestibility),
serta teori psikosomatik.
Secara umum, teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam dua kategori besar, yaitu:
Secara umum, teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam dua kategori besar, yaitu:
1.
Teori
berdasarkan Neuropsiko-fisiologis
Teori berdasarkan neuropsiko-fisiologis menerangkan
hipnosis sebagai suatu keadaan dimana kondisi otak berubah dan oleh karena itu,
faal otakpun juga berubah. Teori berdasarkan psikologis yang memandang sebagai
hubungan antarmanusia yang khas (termasuk teori sugesti, disosiasi,
psikoanalitik, psychic relative exclusion,
dan lain-lain). (Kaplan & Sadock, 2004).
2.
Teori
Psikofisiologis
Beberapa peneliti menerapkan formasi retikulare,
hipokampus, dan struktur subkortikal yang memerantarai komunikasi. Teori-teori lain
termasuk inhibisi sel ganglion otak, eksitasi dan inhibisi dari
neuron-neuron, fokus eksitasi sentral yang mengelilingi area non eksitasi,
anemia serebral, pergeseran energi saraf dari sistem saraf pusat menuju sistem
vasomotor, perlambatan vasomotor mengakibatkan anemia lobus frontal “synaptic ablation” dimana impuls-impuls
saraf langsung masuk ke dalam sejumlah bagian yang lebih kecil (perhatian selektif)
juga dipertimbangkan.
3.
Teori Imobilisasi
Hipnosis suatu waktu mungkin diperlukan oleh manusia
sebagai mekanisme pertahanan untuk menghadapi ketakutan atau bahaya. Teori
ini berdasarkan pada pengamatan Pavlov bahwa satu-satunya kesempatan seekor
hewan bertahan hidup adalah untuk tetap imobile
(tidak bergerak) agar terlepas dari pengamatan. (Kroger, 2007). Walaupun
diinduksi berbeda-beda pada hewan, RI (Reaksi Imobilisasi) ditimbulkan terutama
oleh faktor fisik dan insting. Pada manusia diakibatkan dari interaksi
faktor-faktor ini dengan pengalaman arti dari simbul dan kata-kata. Hipnosis manusia
dan hewan tidak mirip. Induksi berulang pada hewan dengan penurunan kerentanan
hipnotik, sedangkan pada manusia meningkatkannya. (Kroger, 2007).
Pada umumnya, stimulus sekuat apapun seperti
ketakutan, menyebabkan hewan dan manusia tertentu ”membeku”. Konsep ini
berlanjut pada teori hipnosis “pingsan-mati”. Akan tetapi, teori ini tidak
menjelaskan bagaimana hipnosis terjadi pada manusia. Bersamaan dengan itu,
hipnosis dijelaskan sebagai suatu keadaan kesiapan tindakan emosi yang makin
bertambah menghubungkan ke bawah pada pengaruh korteks sebagai satu filogeni ke
atas, namun demikian secara konsisten muncul pada organisme hewan dalam
berbagai bentuk. (Kroger, 2007).
4.
Hipnosis sebagai suatu Status Histeria
Pada suatu waktu, hipnosis dianggap sebagai suatu
gejala histeria. Hanya individu histeris yang diyakini dapat dihipnosis.
Kesimpulan ini diambil oleh Charcot dengan dasar hanya beberapa kasus dalam
keadaan patologis. Hipotesis seperti ini tidak dapat dipertahankan, seberapa
besar kerentanan terhadap hipnosis adalah tidak patognomonik pada neurosis.
Individu normal nyatanya dengan mudah dihipnosis. (Kroger, 2007).
5.
Teori Tidur yang Dikondisikan
Teori Keadaan Alpha dan Theta
Melalui data yang dikumpulkan dari Electroencephalography (EEG),
diidentifikasikan dari impuls elektrik yang dipancarkan oleh otak ada empat
macam frekuensi pola gelombang otak yang pokok. Keadaan Beta (waspada/bekerja)
didefinisikan sebagai 14-32 putaran per detik / cycles per second (CPS), keadaan Alpha (santai/relax) sebagai 7-14 CPS, keadaan Theta (mengantuk) sebagai 4-7 CPS,
dan keadaan Delta (tidur/bermimpi/tidur pulas) kira-kira 3-5 CPS. (Kroger,
2007).
Satu definisi fisiologis dari keadaan hipnosis
adalah bahwa tingkat gelombang otak yang diperlukan untuk mengatasi masalah,
seperti berhenti merokok, penanganan masalah berat badan, pengurangan fobia,
peningkatan kemampuan olahraga, dan lain-lain adalah keadaan alpha. Keadaan
alpha pada umumnya diasosiasikan dengan menutup mata, relaksasi, dan melamun.
(Kroger, 2007).
Definisi fisiologis lain menyebutkan bahwa keadaan
theta diperlukan untuk perubahan therapeutic
(berhubungan dengan pengobatan). Keadaan theta dikaitkan dengan hipnosis untuk
pembedahan, hipnoanestesia (penggunaan hipnosis untuk mematirasakan rasa sakit)
dan hipnoanalgesia (penggunaan hipnosis untuk mengurangi kepekaan terhadap rasa
sakit), dimana pembedahan lebih siap dilakukan dalam keadaan theta dan delta.
Obat bius (anestetik), zat penenang (sedatif), dan hipnosis mengacaukan
keselarasan saraf yang dianggap mendasari terjadinya gelombang theta, baik pada
manusia maupun binatang. (Kroger, 2007).
6.
Teori Inhibisi dan Aktivitas Ideomotor
Hal itu dianggap oleh beberapa penulis bahwa efek
sugestibilitas adalah hasil dari inhibisi dan tindakan ideomotor, dan
sugestibilitas hanya sebuah pengalaman dari imaginasi yang diaktualisasikan
hingga aktivitas ideomotor. (Kroger, 2007).
7.
Teori Neodisosiasi dan Disosiasi
Selama beberapa tahun diduga bahwa seseorang yang
dihipnosis berada dalam kondisi disosiasi, area-area tertentu dari perilaku
terbelah dari aliran utama kesadaran. Oleh karena itu, hipnosis menghapus kontrol
kehendak dan sebagai hasilnya seseorang merespon hanya dengan perilaku otonomik
pada tingkat refleks. Jika teori disosiasi adalah valid, maka amnesia dapat
dihilangkan oleh sugesti dari pelaksana. Selain itu, amnesia akan selalu
terjadi secara spontan. Hipnosis telah dijelaskan sebagai disosiasi kesadaran
dari sebagian besar sensori meski dengan tegas peristiwa yang berhubungan
dengan saraf disimpan. Golongan disosiasi tidak hanya hipnosis tetapi juga
banyak kondisi siaga/waspada lain dari kesadaran seperti mimpi-mimpi, kondisi
hipnagogik, “highway hypnosis”,
kondisi melamun, pemisahan atau depersonalisasi dilihat pada beberapa tipe pemujaan
agama/ ritual agama dan banyak fenomena mental lainnya. (Kroger, 2007).
8.
Teori Disosiasi
Teori lama ini tidak mempunyai nama baik lagi ketika
diperagakan lebih sering sebagai ganti dari amnesia atau disosiasi. Di sana ada
hyperacuity dan pengaturan yang lebih
baik dari seluruh makna selama hipnosis. Oleh karena itu, meskipun beberapa
tingkat dari disosiasi terjadi ketika amnesia muncul, itu bukan berarti
indikasi bahwa disosiasi menghasilkan hipnosis atau serupa untuknya. Meskipun
teori ini tidak diselesaikan, Hilgard menunjukkan bahwa kontrol ego normal
adalah memperhatikan kebutuhan, memperbolehkan perilaku yang dapat diterima
masyarakat dan pilihan yang masuk akal. Namun demikian, dia mencatat bahwa
proses lain dibawa di sisi luar kontrol normal dimana pada saatnya dapat
berfungsi simultan dengan mereka. (Kroger, 2007).
9.
Teori Memainkan Peran (Role Playing)
Teori ini beranggapan bahwa individu yang dihipnosis
memainkan peran dan membiarkan penghipnosis menciptakan realitas untuk mereka.
Umumnya, selama proses hipnosis orang menjadi lebih reseptif (mudah menerima)
sugesti, menyebabkan mereka berubah dalam cara merasakan, berpikir, dan
berperilaku. Beberapa psikolog, seperti Robert Baker mengklaim bahwa apa yang
kita sebut dengan hipnosis sebenarnya adalah bentuk dari perilaku sosial yang
dipelajari. Sementara psikolog seperti Sarbin dan Spanos beranggapan bahwa
subjek bermain peran dengan pengharapan sosial yang kuat, subjek percaya bahwa
mereka dalam keadaan terhipnosis, kemudian mereka berperilaku dengan cara yang
mereka bayangkan bagaimana seorang yang dihipnosis akan berperilaku. (Kroger, 2007).
10. Teori
Regresi
Konsep Psikoanalisis
Sebuah tiruan di antara psikoanalisis dan teori
fisiologi Pavlov dicoba oleh Kubic dan Margolin. Peneliti-peneliti ini merasa
bahwa subyek menuju sebuah regresi infantile
dengan hipnosis penuh berisi sebuah peran permainan dahulu oleh orangtua. Gill
dan Brenman beranggapan bahwa hipnosis adalah sebuah regresi pelayanan dari
ego, transferensi (sebuah transfer/pemindahan oleh pasien kepada pelaksana dari
perasaan emosi terhadap orang lain) adalah sebuah elemen penting dari hipnosis.
Kubic percaya motivasi lebih bermakna daripada konsep regresi dalam memahami
respon hipnosis. Hodge menekankan konsep kontraktual dari hipnosis. Sebagai
sebuah ilustrasi dari konsep ketidakpatuhan yang lebih besar. (Kroger, 2007).
D.
Tokoh-tokoh Hipnoterapi
Tokoh-tokoh hipnoterapi antara lain :
1. Franz Anton Mesmer (1734-1815)
Mesmer dinobatkan sebagai bapak hipnotisme modern.
Dia seorang dokter dari Wina yang pertama kali mengembangkan metode
penyembuhan dengan hipnosis secara ilmiah. Mesmer mengembangkan teori yang
disebut dengan ”teori animal magnetism”,
yaitu adanya pengaruh medan magnet bumi terhadap tubuh manusia. Di dalam
tubuh setiap manusia terdapat cairan universal yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh. Timbulnya suatu penyakit dapat dikarenakan adanya ketidakseimbangan
komposisi magnet pada tubuhnya. Mesmer terus melakukan penyembuhan dan
eksperimennya terhadap pasien-pasiennya, yaitu dengan merangsang tubuh pasien
tersebut dengan cara menempelkan lempengan-lempengan magnet ke beberapa bagian
tubuh yang dianggap membutuhkan kekuatan magnet, hingga seiring dengan
perkembangan waktu, Mesmer melakukan penyembuhannya tanpa menempelkan lempengan
magnetnya, melainkan melalui perantara tubuh Mesmer sendiri yang diyakini
memiliki daya magnetis/kekuatan magnet. Sejak penyembuhan ala Mesmer, hipnosis
mulai diteliti dan menjadi bahan perdebatan dari berbagai ilmuwan Barat. Inilah
cikal bakal metode hipnosis dijadikan sebagai sebuah keilmuan yang dapat
dirasakan manfaatnya secara klinis hingga sekarang. ( Kroger, 2007).
2. Marquis de Puysegur (1751-1825)
Seorang dokter dari Paris dan salah seorang dari
murid Mesmer. Pertama kali memperlihatkan efek “Sugesti Post Hipnotik”
dengan menggunakan “Pohon Puysegur”nya yang terkenal, dimana orang yang
memegang pohon tersebut akan menjadi histeris, lupa ingatan atau tangannya akan
menempel di pohon dan tidak bisa dilepaskan, dia juga pertama kali menggunakan
istilah somnambulisme untuk kondisi trance
yang dalam, dan istilah tersebut masih dipakai hingga sekarang. (Kroger, 2007).
3.
John Elliotson (1791-1868)
John Elliotson adalah seorang dokter dari Inggris, juga
menggunakan hipnosis dalam praktiknya untuk menyembuhkan sakit gila, epilepsi,
gagap, rematik, sakit kepala, dan untuk operasi tanpa obat bius. (Kroger, 2007).
4.
James Braid (1795-1860)
Seorang dokter bedah dari Inggris. Dalam bukunya “Neuro Hypnotism”, untuk pertama kalinya
James Braid memakai kata hipnosis yang diambil dari bahasa Yunani “Hypnos =
Dewa Tidur”, karena James Braid berpendapat bahwa kondisi dalam hipnosis itu
sama dengan tidur saraf. James Braid juga adalah orang yang pertama kali
menggunakan teknik induksi dengan fiksasi mata dimana pasien diminta untuk
melihat dan konsentrasi pada sebuah bandul yang diayunkan di depan pasien Pada
waktu itu, induksi dengan fiksasi mata masih membutuhkan waktu ½ jam dan bahkan
lebih. (Kroger, 2007).
5. James Esdaile
(1808-1859)
Seorang
dokter bedah Irlandia yang bertugas di India dan merupakan dokter yang paling
banyak melakukan bedah tanpa obat bius. Dalam sejarah hipnosis, dengan
menggunakan hipnosis, Esdaile melakukan 1000 operasi tanpa obat bius, 300 di antaranya
bedah mayor (membuka perut) dan 19 amputasi, sebelum izin prakteknya dicabut
oleh “Medical Association of England”. Pada saat itu, chloroform dan obat bius lain masih belum ditemukan, sehingga tingkat kematian pasien dalam
operasi sangat tinggi, yaitu hampir 50% dari pasien meninggal dalam operasi
karena shock dan rasa takut. Dengan
hypnosis, dr. James Esdaile mampu menekan tingkat kematian pasien operasi
hingga 5-7% dan sebagai penghargaan atas jasanya, level trance yang paling dalam dimana bisa dilakukan operasi tanpa obat
bius disebut juga Esdaile State. (Kroger, 2007).
6. Pierre Janet (1859-1947)
Seorang
Psikolog dan Psikoterapis dari Prancis. Menurut Janet, hipnosis adalah sebuah
proses disosiasi atau pemecahan/pemisahan kesadaran dari pikiran dan perasaan.
Sampai saat ini, teknik pemecahan kesadaran dan pikiran tersebut masih tetap
digunakan dalam hipnoterapi, terutama untuk menangani kasus fobia dan trauma. (Kroger,
2007).
7. Jean Martin Charcot (1825-1893)
Seorang
dokter saraf di Paris mengemukakan teori bahwa hipnosis adalah akibat
kerentanan secara psikis, dan menurutnya perempuan itu lebih rentan terhadap
hipnosis dari pada pria. (Kroger, 2007).
Charcot dikenal sebagai
ahli saraf yang membantu mengurangi gejala dramatis histeria dengan sugesti hipnosis dan juga mampu
menginduksi dengan hipnosis kembalinya gejala seperti di pasiennya. Charcot
juga menunjukkan bahwa pasien sering memiliki sedikit ingatan tentang apa yang
terjadi selama sesi hipnosis, meskipun mereka tampaknya sepenuhnya sadar selama
prosedur hipnosis. (Miller, 2015)
8. Hippolyte Bernheim (1837-1919)
Seorang
profesor ilmu penyakit dalam yang membantah teori Charcot bahwa hipnosis itu
terjadi karena kerentanan secara psikis dari seseorang. Menurutnya, hipnosis
bisa terjadi karena tingkat sugestibilitas seseorang (bisa terhipnosis karena
bereaksi terhadap sugesti dari juru hipnosisnya). (Kroger, 2007).
9. Sigmund Freud (1856-1939)
Seorang
dokter saraf dari Wina yang merupakan pelopor dari teori psikoanalisa yang
masih dipakai saat ini. Selama pelatihan medis, Freud melakukan perjalanan ke
Paris untuk belajar dengan ahli saraf terkenal Perancis, Charcot. (Miller, 2015). Belajar
dari Charcot dan Bernheim, Freud mulai menggunakan hipnosis dalam praktiknya, meskipun
tidak mengerti cara kerjanya secara mendalam. Tetapi, semenjak kejadian
abreaksi dimana seorang pasien terbangun dan mencekiknya, Freud meninggalkan
hipnosis sebagai salah satu metode psikoterapi. Akibatnya, perkembangan hipnosis
mengalami kemunduran sejak saat itu. (Kroger, 2007).
10. Milton
Erickson (1902-1984)
Merupakan seorang dokter dan
psikiater dari Amerika dan merupakan pelopor hipnoterapi klinis modern. Berbeda
dengan pendapat pendahulunya, Milton Erickson menyatakan bahwa kemampuan
dihipnosis seseorang adalah sebuah keterampilan yang bisa dilatih, oleh karena
itu semua orang bisa dihipnosis. Faktor terpenting yang menentukan bisa
tidaknya seseorang dihipnosis bukanlah bakat hipnosis/tingkat sugestibilitas,
akan tetapi kualitas hubungan dan tingkat kepercayaan yang timbul antara
Juru Hipnosis dan sang pasien. Milton Erickson adalah orang pertama yang
mengembangkan teknik hipnoterapi yang lebih permisif dengan menggunakan pola
bahasa hipnotis, analogi, dan metafora. Teknik permisif ini disebut dengan “Ericksonian Hypnosis” dan terkadang
disebut juga “Conversational
Hypnosis”. (Kroger, 2007).
11. Dave
Elman (1900-1967)
Dia
mengembangkan teknik menghipnosis cepat yang dikenal dengan “Dave Elman Induction”. Dengan teknik Induksi Elman
ini, seseorang bisa dibimbing untuk mencapai trance yang sangat dalam (somnambulisme) hanya dalam waktu kurang
dari 4 menit, dan hal ini membuka pintu bagi aplikasi hipnosis dalam dunia
medis, terutama untuk mengatasi rasa nyeri pada pasien. Coma State adalah kondisi trance
yang sangat dalam, dimana sudah terjadi anestesi secara alami, sehingga Coma State banyak digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri yang tidak spesifik (Intractable Pain) pada pasien kanker dan juga pada pembedahan tanpa
obat bius. Sesudah Dave Elman, masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berperan dalam
perkembangan hipnosis aliran Barat, beberapa di antaranya adalah Ormond McGill
yang diberi julukan “The Dean of Modern
Stage Hypnosis” , kemudian Richard Bandler dan John Grinder. (Kroger, 2007).
12. Richard
Bandler dan John Grinder (1970)
Pada
tahun 1970-an, muncul sebuah lonjakan besar di area pengembangan diri. Richard
Bandler, seorang ahli komputer, dan John Grinder, profesor bahasa, bekerja sama
mempelajari dan mengembangkan metode-metode yang terdapat di balik aksi
hipnotisme dan terapi Erickson. Berkat kerja keras mereka, lahirkan gerakan
terapi baru bernama Neuro-Linguistic
Programming. NLP memanfaatkan prinsip waking
hypnosis untuk menciptakan efek tranformasi dalam waktu yang sangat cepat
dibandingkan hipnosis modern, apalagi hipnosis klasik. Seperti halnya
dengan hipnosis, sekarang NLP juga dipakai untuk motivasi, pengembangan diri,
bisnis, olahraga, pendidikan, dan lain-lain. (Kroger, 2007). NLP diambil dari
kata “Neuro” yang mengacu pada otak,
dan “Linguistic” yang mengacu pada bahasa.
Programming artinya pemasangan sebuah
rencana atau prosedur. NLP adalah studi tentang bagaimana bahasa, baik lisan
maupun non lisan, mempengaruhi sistem saraf kita. Kemampuan kita untuk
melakukan apapun dalam kehidupan ini adalah didasarkan kepada kemampuan untuk
mengarahkan sistem saraf kita sendiri. NLP mempelajari bagaimana orang
berkomunikasi dengan diri sendiri dengan cara-cara yang menghasilkan
kondisi-kondisi banyak akal yang optimal dan oleh karenanya menciptakan jumlah
pilihan perilaku terbanyak. ( Ellias, 2009).
E. Tujuan Hipnoterapi
Pada saat ini, tujuan dari hipnoterapi adalah untuk
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Masalah Fisik dan Fisiologis
Ketegangan otot, hipertensi, dan rasa nyeri yang berlebihan
dapat dibantu dengan hipnoterapi. Hipnoterapi dapat membuat tubuh menjadi rileks
dan mengurangi intensitas nyeri yang berlebihan secara drastis.
2. Masalah Emosi dan Psikologis
Serangan panik, ketegangan dalam menghadapi ujian,
kemarahan, rasa bersalah, cemas, fobia, kurang percaya diri, dan lain-lain
adalah masalah-masalah emosi yang berhubungan dengan rasa takut dan
kegelisahan. Semua masalah di atas bisa diatasi dengan hipnoterapi.
3. Masalah Perilaku
Masalah perilaku seperti merokok, makan berlebihan
hingga menyebabkan obesitas, minum minuman keras yang berlebihan, gangguan
tidur, dan berbagai macam perilaku ketagihan, dapat diatasi dengan hipnoterapi.
F. Proses Hipnoterapi
Aktivitas pikiran manusia secara sederhana
dikelompokkan ke dalam empat wilayah yang dikenal dengan istilah Brainwave, yaitu : Beta, Alpha, Theta,
dan Delta.
Beta adalah kondisi pikiran pada saat sesorang
sangat aktif dan waspada. Kondisi ini adalah kondisi umum ketika seseorang tengah
beraktivitas normal. Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 14-24 CPS
(diukur dengan perangkat EEG).
Alpha adalah kondisi ketika seseorang tengah fokus pada
suatu hal atau pada saat seseorang dalam
kondisi relaksasi. Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 7-14 CPS.
Theta adalah kondisi relaksasi yang sangat ekstrim,
sehingga seakan-akan yang bersangkutan merasa “tertidur”, kondisi ini seperti
halnya pada saat seseorang melakukan meditasi yang sangat dalam. Theta juga disebut
sebagai gelombang pikiran ketika seseorang tertidur dengan bermimpi, atau
kondisi REM (Rapid Eye Movement).
Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 3.5-7 CPS.
Delta adalah kondisi tidur normal (tanpa mimpi).
Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 0.5-3.5 CPS.
Kondisi hipnosis sangat mirip dengan kondisi
gelombang pikiran Alpha dan Theta. Kondisi Beta, Alpha, dan Theta merupakan
kondisi umum yang berlangsung secara bergantian dalam diri kita.
Pada saat setiap orang menuju proses tidur alami,
maka yang terjadi adalah gelombang pikiran ini secara perlahan-lahan akan
menurun mulai dari Beta, Alpha, Theta, kemudian Delta dimana kita benar-benar
mulai tertidur. Perpindahan wilayah ini tidak berlangsung dengan cepat,
sehingga sebetulnya walaupun seakan-akan seseorang sudah tampak tertidur,
mungkin saja ia masih berada di wilayah Theta. Pada wilayah Theta seseorang
akan merasa tertidur, suara-suara luar tidak dapat didengarkan dengan baik,
tetapi justru suara-suara ini didengar dengan sangat baik oleh pikiran bawah
sadarnya, dan cenderung menjadi nilai yang permanen, karena tidak disadari oleh
“pikiran sadar” yang bersangkutan.
G. Syarat-syarat melakukan Hipnoterapi
Secara konvensional, hipnoterapi
dapat diterapkan kepada mereka yang memenuhi persyaratan dasar, yaitu :
1.
Bersedia dengan sukarela
2. Memiliki kemampuan untuk fokus
3. Memahami komunikasi verbal
H. Tahapan Hipnoterapi
Pada saat proses hipnoterapi berlangsung, klien
hanya diam, duduk atau berbaring. Yang sibuk justru terapisnya, yang bertindak
sebagai fasilitator. Pada proses selanjutnya, klienlah yang menghipnosis
dirinya sendiri (otohipnosis). Berikut adalah tahapan hipnoterapi :
1.
Pre-Induction (Interview)
Pada tahap awal, hipnoterapis dan klien untuk
pertama kalinya bertemu. Setelah klien mengisi formulir mengenai data dirinya,
hipnoterapis membuka percakapan (rapport)
untuk membangun kepercayaan klien, menghilangkan rasa takut terhadap hypnosis
atau hipnoterapi, menjelaskan mengenai hipnoterapi, dan menjawab semua
pertanyaan yang klien ajukan. Sebelumnya, hipnoterapis harus dapat mengenali
aspek-aspek psikologis dari klien, antara lain hal yang diminati dan tidak
diminati, apa yang diketahui klien terhadap hipnosis, dan seterusnya. Pre-Induction merupakan tahapan yang
sangat penting. Seringkali kegagalan proses hipnoterapi diawali dari proses Pre-Induction yang tidak tepat.
2.
Suggestibility Test
Fungsi dari uji sugestibilitas adalah untuk
menentukan apakah klien termasuk ke dalam golongan orang yang mudah menerima
sugesti atau tidak. Selain itu, uji sugestibilitas juga berfungsi sebagai
pemanasan dan juga untuk menghilangkan rasa takut terhadap proses hipnoterapi.
Uji sugestibilitas juga membantu hipnoterapis untuk menentukan teknik induksi
mana yang terbaik bagi klien.
3.
Induction
Induksi adalah cara yang digunakan oleh seorang
hipnoterapis untuk membawa pikiran klien berpindah dari pikiran sadar (conscious) menuju pikiran bawah sadar (subconscious), dengan menembus apa yang
dikenal dengan Critical Area.
Saat tubuh rileks, pikiran juga menjadi rileks. Maka
selanjutnya frekuensi gelombang otak dari klien akan turun dari Beta, Alpha,
lalu Theta. Semakin turun gelombang otak, klien akan menjadi semakin rileks,
sehingga klien berada dalam kondisi trance. Inilah yang dinamakan dengan
kondisi terhipnosis. Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman trance klien
dengan melakukan Depth Level Test (tingkat kedalaman trance klien).
4.
Deepening (Pendalaman Trance)
Bila diperlukan, hipnoterapis akan membawa klien ke trance
yang lebih dalam. Proses ini dinamakan deepening.
5.
Suggestions / Sugesti
Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu komponen
terpenting dalam tahapan hipnoterapi. Pada saat klien masih berada dalam trance, hipnoterapis juga akan memberi Post
Hypnotic Suggestion, yaitu sugesti yang diberikan kepada klien pada saat
proses hipnotis masih berlangsung dan diharapkan terekam terus oleh pikiran
bawah sadar klien, meskipun klien telah keluar dari proses hipnosis.
6.
Termination
Termination merupakan tahapan terakhir dari hipnoterapi.
Pada tahap ini, hipnoterapis secara perlahan-lahan akan membangunkan klien dari
“tidur” hipnosisnya dan membawanya menuju keadaan yang sepenuhnya sadar.
BAB
III
KESIMPULAN
Hipnoterapi adalah salah
satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk
mengatasi masalah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku.
Hipnoterapi juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan penyembuhan
yang menggunakan metode hipnosis untuk memberi sugesti atau perintah positif
kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan psikologis atau
untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang agar menjadi lebih
baik.
Pada zaman dahulu,
hipnosis seringkali dikaitkan dengan kekuatan supranatural, ritual keagamaan,
kepercayaan, dan sebagainya. Banyak "orang pintar" di zaman Mesir
Kuno dan Yunani menggunakan metode hipnosis untuk mengobati orang-orang dengan
masalah emosi, masalah psikologis,
dan sebagai alternatif anestesi pada saat itu, walaupun saat itu belum ada istilah
hipnosis. Abad ke-18 adalah titik awal untuk sejarah hipnosis
modern, yang dimulai dari pendeta yang bernama Gassner. Setelah Gassner,
barulah muncul beberapa tenaga kesehatan dari para dokter dan psikolog yang
meneliti tentang hipnosis dimulai dari Franz Anton Mesmer, Marquis de Puysegur,
John Elliotson, James Braid, Jean Martin Charcot, Sigmund Freud, Milton
Erickson, Dave Elman, dan Ommond McGill.
Proses
dan tahapan hipnoterapi perlu dilakukan sebaik-baiknya baik dari klien maupun
hipnoterapisnya. Jika proses dan tahapan hipnoterapi berjalan dengan baik, maka
yang menjadi tujuan dari dilangsungkannya hipnoterapi tersebut bisa dicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Ellias. (2009). Hipnosis
& hipnoterapi, transpersonal/NLP. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kahija. (2007). Hipnoterapi:
Prinsip-prinsip dasar praktek psikoterapi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kroger, W.S. (2008). Clinical & experimental hypnosis in medicine, densistry and psychology.
Philadelphia USA: Lippincott William & Wilkins.
Miller, R. (2015). Not so abnormal psychology, 1st
ed. Washington D.C: American Psychological Association.
No comments:
Post a Comment