MAKALAH
PSIKOTERAPI (SOFT SKILL)
HIPNOTERAPI
Disusun Oleh :
Amelia Sri Rahayu ( 10514951 )
Elisa Rianisani (
13514500 )
Evni Octaviani ( 13514702 )
Laelautari Sakinah (
15514958 )
Laras Anggitan (
15514979 )
Lingga Sari Putri (
16514093 )
Novidya Ismi Andzari ( 18514073 )
3PA13
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Hipnoterapi” ini dapat
berjalan dengan baik.
Dalam
rangka penyelesaian makalah
ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak yang ikhlas meluangkan waktu,
tenaga, dan pikirannya dalam memberikan arahan dan bimbingan. Dengan penuh rasa hormat, pada
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Ibu Ajeng Furida
Citra, S. Psi., M.Si.
sebagai
Dosen Mata Kuliah Psikoterapi (Soft Skill).
2. Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penulisan
makalah ini tidak hanya untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikoterapi (Soft Skill) Tingkat 3 Semester 6, tetapi juga sebagai penambah wawasan
pembaca dalam memahami salah
satu jenis Psikoterapi, yaitu Hipnoterapi.
Sebuah
pepatah menyebutkan bahwa “tiada gading yang tak retak”. Begitu pula dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari akan segala kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi
perbaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada penulis serta pembaca.
Depok, Maret 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……...…………………………………………………… i
DAFTAR ISI ….....………………………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN
……………………………………………………… 1
A.
Latar Belakang ……………………………………………………….... 1
B.
Tujuan …………………………………………………………………. 2
BAB II LANDASAN TEORI
…………………………………………………. 3
A. Definisi Hipnoterapi …………………………………………………… 3
B. Sejarah Hipnoterapi …………………………………………………… 3
C. Dasar Teori Hipnoterapi ………..……………………...……………… 6
D. Tokoh-tokoh Hipnoterapi ……………………………….…………… 10
E. Tujuan Hipnoterapi ……………………………………………..……. 15
F. Proses Hipnoterapi …………………………………………………… 16
G. Syarat-syarat melakukan Hipnoterapi ………………………...……… 17
H. Tahapan Hipnoterapi …………………………………………………. 17
BAB III KESIMPULAN
………………………………………………...……. 19
DAFTAR PUSTAKA ..…..………………………………………………....…
20
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hipnoterapi
adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti
untuk mengatasi masalah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku.
Selain itu, hipnoterapi juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan
penyembuhan yang menggunakan metode hipnosis untuk memberi sugesti atau
perintah positif kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan
psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang agar
menjadi lebih baik. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnosis untuk terapi
disebut "hypnotherapist". Hipnoterapi menggunakan pengaruh
kata-kata yang disampaikan dengan teknik-teknik tertentu. Satu-satunya kekuatan
dalam hipnoterapi adalah komunikasi. (Kahija, 2007)
Dalam ruang lingkup psikoterapi, hipnosis
digunakan bukan saja dalam psikoterapi penunjang, tetapi lebih dari itu. Hipnosis
merupakan alat yang ampuh dalam psikoterapi penghayatan dengan tujuan membangun
kembali (rekonstruktif), sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar
tercapai suatu pendekatan terinci dan menyeluruh.
Penggunaan
hipnosis sudah ada sejak awal mula peradaban manusia. Pada saat itu, hipnosis
belum dikenal dengan nama “hipnosis”. Hipnotis di masa lalu dipraktikkan dalam
ritual agama dan ritual penyembuhan (untuk membantu mengatasi emosi, masalah
psikologis, dan sebagai
alternatif anestesi untuk operasi
lapangan). Catatan sejarah tertua tentang hipnosis yang
diketahui saat ini berasal dari Ebers Papyrus yang menjelaskan teori dan praktik
pengobatan bangsa Mesir Kuno pada tahun 1552 SM. Hipnosis telah dipraktikkan di
tempat yang berbeda dengan berbagai istilah sejak dahulu. Sejarah hipnosis modern
dimulai pada abad ke-18. (Kroger, 2008). Pada tahun 1900-an,
hipnoterapi mulai menjadi popular,
yaitu menggunakan hipnosis untuk membantu orang berhenti merokok, dan menurunkan
berat badan.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa psikologi mengetahui definisi
dan sejarah hipnoterapi.
2. Agar mahasiswa psikologi mengetahui dasar
teori hipnoterapi.
3. Agar mahasiswa psikologi mengetahui
tokoh-tokoh hipnoterapi.
4. Agar mahasiswa psikologi mengetahui tujuan
hipnoterapi.
5. Agar mahasiswa psikologi mengetahui proses
hipnoterapi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. Definisi
Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah suatu rangkaian
proses yang digunakan seorang hipnoterapis untuk menyelesaikan masalah klien
dengan ilmu hipnosis.
Hipnoterapi adalah suatu metode
dimana pasien dibimbing untuk melakukan relaksasi (trans), dimana setelah kondisi
relaksasi dalam ini tercapai, maka secara alamiah gerbang pikiran bawah sadar
sesesorang akan terbuka lebar, sehingga yang bersangkutan cenderung lebih mudah
untuk menerima sugesti penyembuhan yang diberikan.
Hipnoterapi adalah salah
satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti (perintah positif)
untuk mengatasi masalah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku. Hipnoterapi
dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan metode hipnosis.
Hipnosis bisa diartikan sebagai ilmu untuk memberi sugesti atau
perintah positif kepada pikiran bawah sadar seseorang. Orang yang ahli dalam
menggunakan hipnotis untuk terapi disebut “hypnotherapist”.
Hipnoterapi menggunakan sugesti
atau pengaruh kata-kata yang disampaikan dengan teknik-teknik tertentu. Satu-satunya
kekuatan dalam hipnoterapi adalah komunikasi.
B. Sejarah
Hipnoterapi
Pada zaman dahulu, hipnosis seringkali
dikaitkan dengan kekuatan supranatural, ritual keagamaan, kepercayaan, dan
sebagainya. Banyak "orang pintar" di zaman Mesir Kuno dan Yunani
menggunakan metode hipnosis untuk mengobati orang-orang dengan masalah emosi, masalah psikologis, dan sebagai alternatif anestesi
pada saat itu, walaupun saat itu belum ada istilah hipnosis.
Menurut
yang ditulis pada catatan dokumen medis Ebers Papyrus, catatan
sejarah tentang sejarah hipnosis, berawal dari zaman Mesir Kuno 1550 SM.
Menurut Ebers papyrus, dituliskan bahwa pada zaman Mesir Kuno ada kuil
pengobatan yang bernama kuil tidur. Cara pengobatan pada waktu itu, para
pendeta menyembuhkan pasiennya dengan menyentuhkan tangannya pada dahi pasien
sambil mengucapkan mantra atau sugesti untuk menyembuhkan pasiennya. Warga
sekitar pada saat itu mempercayai bahwa pendeta itu memiliki kekuatan magis.
Abad ke-18 adalah titik awal
untuk sejarah hipnosis modern, yang dimulai dari pendeta yang bernama Gassner.
Gassner meyakini bahwa orang sakit itu kerasukan setan, maka dengan membuat
pasien masuk ke kondisi hypnosa (hypnosa adalah kondisi dimana manusia menjadi
rileks dan terfokus), kemudian beliau melakukan ritual tertentu untuk mengusir
setan yang ada dalam tubuh pasiennya.
Setelah
Gassner, barulah muncul beberapa tenaga kesehatan dari para dokter dan psikolog
yang meneliti tentang hipnosis ini, dimulai dari :
1.
Franz Anton Mesmer (1735-1815),
2.
Marquis de Puysegur (1751-1825),
3.
John Elliotson (1791-1868),
4.
James Braid, penulis dan dokter terkenal di Inggris (1795-1860),
5.
Para psikiater, Jean Martin Charcot (1825-1893) dan Sigmund Freud (1856-1939),
6.
Milton Erickson (1901-1980),
7.
Dave Elman (1900-1967),
8.
Ommond McGill (1913-2005).
Dari
para tokoh di atas, yang paling berperan adalah Milton Erickson, karena jasanya
hipnosis bisa diterima oleh Asosiasi Medis Amerika dan Asosiasi Psikiatris
Amerika yang bisa digunakan dalam pengobatan sejak tahun 1958.
Dr.
Milton H. Erickson pertama kali memperkenalkan bahwa jiwa manusia sangat unik.
Tidaklah mudah meminta orang untuk secara langsung menghilangkan kebiasaan
buruk yang ingin dia tinggalkan. Seperti kita menyampaikan nasihat kepada
seseorang yang mengeluh karena dia mempunyai masalah, “Sekarang kamu dapat menyelesaikannya”,
atau seseorang yang mempunyai masalah perilaku lalu kita berikan nasihat,
“Sekarang perilaku Anda sudah berubah menjadi baik”. Belum tentu dia akan
merubah perilakunya dengan segera. Mungkin hanya untuk sementara, tetapi
biasanya kebiasaan itu akan kembali lagi. Apalagi jika kita tidak mengetahui
akar permasalahannya mengapa dia berperilaku demikian, tidak mengetahui nilai
dasar dan keinginan sebenarnya yang dimiliki orang tersebut. Jiwa manusia
sangat kompleks. Setiap orang mempunyai jiwa dan nilai yang unik. Perilaku atau
respon seseorang tidak sama dalam menghadapi peristiwa yang berbeda. Bahkan
sangat mungkin sekali untuk peristiwa yang sama, perilaku atau respons
seseorang yang sama dapat berbeda.
Hal
inilah yang dikembangkan Erickson menuju metode hipnoterapi yang lebih efektif.
Berkat jasanya dalam mengembangkan metode-metode dalam melakukan terapi klinis
dengan metode hipnoterapi, maka pada tahun 1950-an hipnoterapi diakui oleh
Asosiasi Medis Amerika sebagai metode terapi.
Paska
Milton H. Erickson, metode ini berkembang terus sampai dengan metode yang
berorientasi kepada pasien. Saat ini, metode ini lebih efektif digunakan
apalagi digabungkan dengan pola komunikasi yang telah dikembangkan Erickson.
Metode ini telah banyak dipergunakan oleh para terapis terkenal seperti Gill
Boyne, Mary Lee LaBay, Calvin Banyan, dan lain-lain.
Hipnoterapi di masa lalu identik
dengan kondisi tidur, terbaring, atau tidak bergerak. Pada masa kini, hipnosis
lebih ditekankan pada kondisi relaksasi yang dalam, baik secara fisik maupun
mental. Saat ini dikenal beberapa keadaan hipnosis, seperti moving meditation, hypnoidal state, serta automatic
writing, dimana pasien melakukan aktivitas bawah sadar dalam bentuk gerakan
atau tindakan yang dikendalikan oleh niat.
Psikolog pada Pusat hipnoterapi Kedokteran
RSPAD Gatot Subroto (Pusat Hipnotis Kedokteran pertama di Indonesia). Dra. Psi,
Adjeng Lasmini mengatakan, pada hipnoterapi, pasien diajak untuk rileks secara
fisik dan mental dengan memusatkan perhatian melalui sarana fiksasi berupa
suara, tatapan, dan sentuhan secara berulang dan monoton. Ini membuat pasien
merasa semakin santai. Dalam kondisi hipnoterapi selanjutnya, sugesti positif
yang ditanamkan disusun dalam kalimat yang sederhana. Pada kondisi ini, kemampuan
seseorang untuk merangkum kalimat demi kalimat mengalami penurunan.
C. Dasar Teori Hipnoterapi
Telah
banyak penulis yang mencoba memberi keterangan mengenai fenomena hipnosis dan
banyak sekali teori yang diungkapkan. Teori-teori yang diajukan, antara lain:
teori imobilisasi, teori hipnosis sebagai suatu status histeria, teori yang
didasari perubahan fisiologis serebral, teori hipnosis sebagai suatu proses
menuju tidur yang dikondisikan, teori aktifitas dan inhibisi ideomotor, teori
disosial, teori memainkan peran (Role-Playing),
teori regresi, teori hipersugestibilitas (hypersuggestibility),
serta teori psikosomatik.
Secara umum, teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam dua kategori besar, yaitu:
Secara umum, teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam dua kategori besar, yaitu:
1.
Teori
berdasarkan Neuropsiko-fisiologis
Teori berdasarkan neuropsiko-fisiologis
menerangkan hipnosis sebagai suatu keadaan dimana kondisi otak berubah dan oleh
karena itu, faal otakpun juga berubah. Teori berdasarkan psikologis yang memandang
sebagai hubungan antarmanusia yang khas (termasuk teori sugesti, disosiasi,
psikoanalitik, psychic relative exclusion,
dan lain-lain). (Kaplan & Sadock, 2004).
2.
Teori
Psikofisiologis
Beberapa peneliti menerapkan formasi
retikulare, hipokampus, dan struktur subkortikal yang memerantarai komunikasi.
Teori-teori lain termasuk inhibisi sel ganglion otak, eksitasi dan
inhibisi dari neuron-neuron, fokus eksitasi sentral yang mengelilingi area non
eksitasi, anemia serebral, pergeseran energi saraf dari sistem saraf pusat
menuju sistem vasomotor, perlambatan vasomotor mengakibatkan anemia lobus
frontal “synaptic ablation” dimana
impuls-impuls saraf langsung masuk ke dalam sejumlah bagian yang lebih kecil
(perhatian selektif) juga dipertimbangkan.
3.
Teori Imobilisasi
Hipnosis suatu waktu mungkin diperlukan oleh
manusia sebagai mekanisme pertahanan untuk menghadapi ketakutan atau
bahaya. Teori ini berdasarkan pada pengamatan Pavlov bahwa satu-satunya
kesempatan seekor hewan bertahan hidup adalah untuk tetap imobile (tidak bergerak) agar terlepas dari pengamatan. (Kroger,
2008). Walaupun diinduksi berbeda-beda pada hewan, RI (Reaksi Imobilisasi)
ditimbulkan terutama oleh faktor fisik dan insting. Pada manusia diakibatkan
dari interaksi faktor-faktor ini dengan pengalaman arti dari simbul dan
kata-kata. Hipnosis manusia dan hewan tidak mirip. Induksi berulang pada hewan
dengan penurunan kerentanan hipnotik, sedangkan pada manusia meningkatkannya.
(Kroger, 2008).
Pada umumnya, stimulus sekuat apapun
seperti ketakutan, menyebabkan hewan dan manusia tertentu ”membeku”. Konsep ini
berlanjut pada teori hipnosis “pingsan-mati”. Akan tetapi, teori ini tidak
menjelaskan bagaimana hipnosis terjadi pada manusia. Bersamaan dengan itu,
hipnosis dijelaskan sebagai suatu keadaan kesiapan tindakan emosi yang makin
bertambah menghubungkan ke bawah pada pengaruh korteks sebagai satu filogeni ke
atas, namun demikian secara konsisten muncul pada organisme hewan dalam
berbagai bentuk. (Kroger, 2008).
4.
Hipnosis sebagai suatu
Status Histeria
Pada suatu waktu, hipnosis dianggap
sebagai suatu gejala histeria. Hanya individu histeris yang diyakini dapat
dihipnosis. Kesimpulan ini diambil oleh Charcot dengan dasar hanya beberapa
kasus dalam keadaan patologis. Hipotesis seperti ini tidak dapat dipertahankan,
seberapa besar kerentanan terhadap hipnosis adalah tidak patognomonik pada
neurosis. Individu normal nyatanya dengan mudah dihipnosis. (Kroger, 2008).
5.
Teori Tidur yang Dikondisikan
Teori Keadaan Alpha dan
Theta
Melalui data yang dikumpulkan dari Electroencephalography (EEG),
diidentifikasikan dari impuls elektrik yang dipancarkan oleh otak ada empat
macam frekuensi pola gelombang otak yang pokok. Keadaan Beta (waspada/bekerja)
didefinisikan sebagai 14-32 putaran per detik / cycles per second (CPS), keadaan Alpha (santai/relax) sebagai 7-14 CPS, keadaan Theta (mengantuk) sebagai 4-7 CPS,
dan keadaan Delta (tidur/bermimpi/tidur pulas) kira-kira 3-5 CPS. (Kroger, 2008).
Satu definisi fisiologis dari keadaan
hipnosis adalah bahwa tingkat gelombang otak yang diperlukan untuk mengatasi
masalah, seperti berhenti merokok, penanganan masalah berat badan, pengurangan
fobia, peningkatan kemampuan olahraga, dan lain-lain adalah keadaan alpha.
Keadaan alpha pada umumnya diasosiasikan dengan menutup mata, relaksasi, dan
melamun. (Kroger, 2008).
Definisi fisiologis lain menyebutkan
bahwa keadaan theta diperlukan untuk perubahan therapeutic (berhubungan dengan pengobatan). Keadaan theta
dikaitkan dengan hipnosis untuk pembedahan, hipnoanestesia (penggunaan hipnosis
untuk mematirasakan rasa sakit) dan hipnoanalgesia (penggunaan hipnosis untuk
mengurangi kepekaan terhadap rasa sakit), dimana pembedahan lebih siap
dilakukan dalam keadaan theta dan delta. Obat bius (anestetik), zat penenang
(sedatif), dan hipnosis mengacaukan keselarasan saraf yang dianggap mendasari
terjadinya gelombang theta, baik pada manusia maupun binatang. (Kroger, 2008).
6.
Teori Inhibisi dan
Aktivitas Ideomotor
Hal itu dianggap oleh beberapa penulis
bahwa efek sugestibilitas adalah hasil dari inhibisi dan tindakan ideomotor,
dan sugestibilitas hanya sebuah pengalaman dari imaginasi yang diaktualisasikan
hingga aktivitas ideomotor. (Kroger, 2008).
7.
Teori Neodisosiasi dan
Disosiasi
Selama beberapa tahun diduga bahwa
seseorang yang dihipnosis berada dalam kondisi disosiasi, area-area tertentu
dari perilaku terbelah dari aliran utama kesadaran. Oleh karena itu, hipnosis
menghapus kontrol kehendak dan sebagai hasilnya seseorang merespon hanya dengan
perilaku otonomik pada tingkat refleks. Jika teori disosiasi adalah valid, maka
amnesia dapat dihilangkan oleh sugesti dari pelaksana. Selain itu, amnesia akan
selalu terjadi secara spontan. Hipnosis telah dijelaskan sebagai disosiasi
kesadaran dari sebagian besar sensori meski dengan tegas peristiwa yang
berhubungan dengan saraf disimpan. Golongan disosiasi tidak hanya hipnosis
tetapi juga banyak kondisi siaga/waspada lain dari kesadaran seperti
mimpi-mimpi, kondisi hipnagogik, “highway
hypnosis”, kondisi melamun, pemisahan atau depersonalisasi dilihat pada
beberapa tipe pemujaan agama/ ritual agama dan banyak fenomena mental lainnya.
(Kroger, 2008).
8.
Teori Disosiasi
Teori lama ini tidak mempunyai nama baik
lagi ketika diperagakan lebih sering sebagai ganti dari amnesia atau disosiasi.
Di sana ada hyperacuity dan
pengaturan yang lebih baik dari seluruh makna selama hipnosis. Oleh karena itu,
meskipun beberapa tingkat dari disosiasi terjadi ketika amnesia muncul, itu
bukan berarti indikasi bahwa disosiasi menghasilkan hipnosis atau serupa
untuknya. Meskipun teori ini tidak diselesaikan, Hilgard menunjukkan bahwa
kontrol ego normal adalah memperhatikan kebutuhan, memperbolehkan perilaku yang
dapat diterima masyarakat dan pilihan yang masuk akal. Namun demikian, dia
mencatat bahwa proses lain dibawa di sisi luar kontrol normal dimana pada
saatnya dapat berfungsi simultan dengan mereka. (Kroger, 2008).
9.
Teori Memainkan Peran (Role Playing)
Teori ini beranggapan bahwa individu
yang dihipnosis memainkan peran dan membiarkan penghipnosis menciptakan
realitas untuk mereka. Umumnya, selama proses hipnosis orang menjadi lebih
reseptif (mudah menerima) sugesti, menyebabkan mereka berubah dalam cara
merasakan, berpikir, dan berperilaku. Beberapa psikolog, seperti Robert Baker
mengklaim bahwa apa yang kita sebut dengan hipnosis sebenarnya adalah bentuk
dari perilaku sosial yang dipelajari. Sementara psikolog seperti Sarbin dan
Spanos beranggapan bahwa subjek bermain peran dengan pengharapan sosial yang
kuat, subjek percaya bahwa mereka dalam keadaan terhipnosis, kemudian mereka
berperilaku dengan cara yang mereka bayangkan bagaimana seorang yang dihipnosis
akan berperilaku. (Kroger, 2008).
10.
Teori Regresi
Konsep Psikoanalisis
Sebuah tiruan di antara psikoanalisis
dan teori fisiologi Pavlov dicoba oleh Kubic dan Margolin. Peneliti-peneliti
ini merasa bahwa subyek menuju sebuah regresi infantile dengan hipnosis penuh berisi sebuah peran permainan
dahulu oleh orangtua. Gill dan Brenman beranggapan bahwa hipnosis adalah sebuah
regresi pelayanan dari ego, transferensi (sebuah transfer/pemindahan oleh
pasien kepada pelaksana dari perasaan emosi terhadap orang lain) adalah sebuah
elemen penting dari hipnosis. Kubic percaya motivasi lebih bermakna daripada
konsep regresi dalam memahami respon hipnosis. Hodge menekankan konsep kontraktual
dari hipnosis. Sebagai sebuah ilustrasi dari konsep ketidakpatuhan yang lebih
besar. (Kroger, 2008).
D.
Tokoh-tokoh Hipnoterapi
Tokoh-tokoh hipnoterapi antara
lain :
1. Franz Anton Mesmer (1734-1815)
Mesmer dinobatkan sebagai bapak
hipnotisme modern. Dia seorang dokter dari Wina yang pertama kali
mengembangkan metode penyembuhan dengan hipnosis secara ilmiah. Mesmer
mengembangkan teori yang disebut dengan ”teori animal magnetism”, yaitu adanya pengaruh medan magnet bumi
terhadap tubuh manusia. Di dalam tubuh setiap manusia terdapat cairan universal
yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh. Timbulnya suatu penyakit dapat
dikarenakan adanya ketidakseimbangan komposisi magnet pada tubuhnya. Mesmer
terus melakukan penyembuhan dan eksperimennya terhadap pasien-pasiennya, yaitu
dengan merangsang tubuh pasien tersebut dengan cara menempelkan
lempengan-lempengan magnet ke beberapa bagian tubuh yang dianggap membutuhkan
kekuatan magnet, hingga seiring dengan perkembangan waktu, Mesmer melakukan penyembuhannya
tanpa menempelkan lempengan magnetnya, melainkan melalui perantara tubuh Mesmer
sendiri yang diyakini memiliki daya magnetis/kekuatan magnet. Sejak penyembuhan
ala Mesmer, hipnosis mulai diteliti dan menjadi bahan perdebatan dari berbagai
ilmuwan Barat. Inilah cikal bakal metode hipnosis dijadikan sebagai sebuah
keilmuan yang dapat dirasakan manfaatnya secara klinis hingga sekarang. (
Kroger, 2008).
2. Marquis de Puysegur (1751-1825)
Seorang dokter dari Paris dan
salah seorang dari murid Mesmer. Pertama kali memperlihatkan efek
“Sugesti Post Hipnotik” dengan menggunakan “Pohon Puysegur”nya yang terkenal,
dimana orang yang memegang pohon tersebut akan menjadi histeris, lupa ingatan
atau tangannya akan menempel di pohon dan tidak bisa dilepaskan, dia juga
pertama kali menggunakan istilah somnambulisme untuk kondisi trance yang dalam, dan istilah tersebut
masih dipakai hingga sekarang. (Kroger, 2008).
3. John Elliotson (1791-1868)
John Elliotson adalah seorang
dokter dari Inggris, juga menggunakan hipnosis dalam praktiknya untuk
menyembuhkan sakit gila, epilepsi, gagap, rematik, sakit kepala, dan untuk
operasi tanpa obat bius. (Kroger, 2008).
4. James Braid (1795-1860)
Seorang dokter bedah dari Inggris.
Dalam bukunya “Neuro Hypnotism”,
untuk pertama kalinya James Braid memakai kata hipnosis yang diambil dari
bahasa Yunani “Hypnos = Dewa Tidur”, karena James Braid berpendapat bahwa
kondisi dalam hipnosis itu sama dengan tidur saraf. James Braid juga adalah
orang yang pertama kali menggunakan teknik induksi dengan fiksasi mata dimana
pasien diminta untuk melihat dan konsentrasi pada sebuah bandul yang diayunkan
di depan pasien Pada waktu itu, induksi dengan fiksasi mata masih membutuhkan waktu
½ jam dan bahkan lebih. (Kroger, 2008).
5.
James Esdaile (1808-1859)
Seorang
dokter bedah Irlandia yang bertugas di India dan merupakan dokter yang paling
banyak melakukan bedah tanpa obat bius. Dalam sejarah hipnosis, dengan
menggunakan hipnosis, Esdaile melakukan 1000 operasi tanpa obat bius, 300 di antaranya
bedah mayor (membuka perut) dan 19 amputasi, sebelum izin prakteknya dicabut
oleh “Medical Association of England”. Pada saat itu, chloroform dan obat bius lain masih belum ditemukan, sehingga tingkat kematian pasien dalam
operasi sangat tinggi, yaitu hampir 50% dari pasien meninggal dalam operasi
karena shock dan rasa takut. Dengan
hypnosis, dr. James Esdaile mampu menekan tingkat kematian pasien operasi
hingga 5-7% dan sebagai penghargaan atas jasanya, level trance yang paling dalam dimana bisa dilakukan operasi tanpa obat
bius disebut juga Esdaile State. (Kroger, 2008).
6. Pierre Janet (1859-1947)
Seorang
Psikolog dan Psikoterapis dari Prancis. Menurut Janet, hipnosis adalah sebuah
proses disosiasi atau pemecahan/pemisahan kesadaran dari pikiran dan perasaan.
Sampai saat ini, teknik pemecahan kesadaran dan pikiran tersebut masih tetap
digunakan dalam hipnoterapi, terutama untuk menangani kasus fobia dan trauma. (Kroger,
2008).
7. Jean Martin Charcot (1825-1893)
Seorang
dokter saraf di Paris mengemukakan teori bahwa hipnosis adalah akibat
kerentanan secara psikis, dan menurutnya perempuan itu lebih rentan terhadap
hipnosis dari pada pria. (Kroger, 2008).
Charcot dikenal sebagai ahli saraf yang membantu mengurangi
gejala dramatis histeria dengan sugesti hipnosis dan juga mampu menginduksi
dengan hipnosis kembalinya gejala seperti di pasiennya. Charcot juga
menunjukkan bahwa pasien sering memiliki sedikit ingatan tentang apa yang
terjadi selama sesi hipnosis, meskipun mereka tampaknya sepenuhnya sadar selama
prosedur
hipnosis. (Miller,
2015)
8. Hippolyte Bernheim (1837-1919)
Seorang
profesor ilmu penyakit dalam yang membantah teori Charcot bahwa hipnosis itu
terjadi karena kerentanan secara psikis dari seseorang. Menurutnya, hipnosis
bisa terjadi karena tingkat sugestibilitas seseorang (bisa terhipnosis karena
bereaksi terhadap sugesti dari juru hipnosisnya). (Kroger, 2008).
9. Sigmund Freud (1856-1939)
Seorang
dokter saraf dari Wina yang merupakan pelopor dari teori psikoanalisa yang
masih dipakai saat ini. Selama pelatihan medis, Freud melakukan perjalanan ke
Paris untuk belajar dengan ahli saraf terkenal Perancis, Charcot. (Miller,
2015). Belajar dari Charcot dan Bernheim, Freud mulai menggunakan hipnosis
dalam praktiknya, meskipun tidak mengerti cara kerjanya secara mendalam. Tetapi,
semenjak kejadian abreaksi dimana seorang pasien terbangun dan mencekiknya,
Freud meninggalkan hipnosis sebagai salah satu metode psikoterapi. Akibatnya,
perkembangan hipnosis mengalami kemunduran sejak saat itu. (Kroger, 2008).
10. Milton
Erickson (1902-1984)
Merupakan seorang
dokter dan psikiater dari Amerika dan merupakan pelopor hipnoterapi klinis
modern. Berbeda dengan pendapat pendahulunya, Milton Erickson menyatakan bahwa
kemampuan dihipnosis seseorang adalah sebuah keterampilan yang bisa dilatih,
oleh karena itu semua orang bisa dihipnosis. Faktor terpenting yang menentukan bisa
tidaknya seseorang dihipnosis bukanlah bakat hipnosis/tingkat sugestibilitas,
akan tetapi kualitas hubungan dan tingkat kepercayaan yang timbul antara
Juru Hipnosis dan sang pasien. Milton Erickson adalah orang pertama yang
mengembangkan teknik hipnoterapi yang lebih permisif dengan menggunakan pola
bahasa hipnotis, analogi, dan metafora. Teknik permisif ini disebut dengan “Ericksonian Hypnosis” dan terkadang
disebut juga “Conversational
Hypnosis”. (Kroger, 2008).
11.
Dave Elman
(1900-1967)
Dia
mengembangkan teknik menghipnosis cepat yang dikenal dengan “Dave Elman Induction”. Dengan teknik Induksi Elman
ini, seseorang bisa dibimbing untuk mencapai trance yang sangat dalam (somnambulisme) hanya dalam waktu kurang
dari 4 menit, dan hal ini membuka pintu bagi aplikasi hipnosis dalam dunia
medis, terutama untuk mengatasi rasa nyeri pada pasien. Coma State adalah kondisi trance
yang sangat dalam, dimana sudah terjadi anestesi secara alami, sehingga Coma State banyak digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri yang tidak spesifik (Intractable Pain) pada pasien kanker dan juga pada pembedahan tanpa
obat bius. Sesudah Dave Elman, masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berperan dalam
perkembangan hipnosis aliran Barat, beberapa di antaranya adalah Ormond McGill
yang diberi julukan “The Dean of Modern
Stage Hypnosis” , kemudian Richard Bandler dan John Grinder. (Kroger, 2008).
12. Richard
Bandler dan John Grinder (1970)
Pada
tahun 1970-an, muncul sebuah lonjakan besar di area pengembangan diri. Richard
Bandler, seorang ahli komputer, dan John Grinder, profesor bahasa, bekerja sama
mempelajari dan mengembangkan metode-metode yang terdapat di balik aksi
hipnotisme dan terapi Erickson. Berkat kerja keras mereka, lahirkan gerakan
terapi baru bernama Neuro-Linguistic
Programming. NLP memanfaatkan prinsip waking
hypnosis untuk menciptakan efek tranformasi dalam waktu yang sangat cepat
dibandingkan hipnosis modern, apalagi hipnosis klasik. Seperti halnya
dengan hipnosis, sekarang NLP juga dipakai untuk motivasi, pengembangan diri,
bisnis, olahraga, pendidikan, dan lain-lain. (Kroger, 2007). NLP diambil dari
kata “Neuro” yang mengacu pada otak,
dan “Linguistic” yang mengacu pada bahasa.
Programming artinya pemasangan sebuah
rencana atau prosedur. NLP adalah studi tentang bagaimana bahasa, baik lisan
maupun non lisan, mempengaruhi sistem saraf kita. Kemampuan kita untuk
melakukan apapun dalam kehidupan ini adalah didasarkan kepada kemampuan untuk
mengarahkan sistem saraf kita sendiri. NLP mempelajari bagaimana orang
berkomunikasi dengan diri sendiri dengan cara-cara yang menghasilkan
kondisi-kondisi banyak akal yang optimal dan oleh karenanya menciptakan jumlah
pilihan perilaku terbanyak. ( Ellias, 2009).
E. Tujuan Hipnoterapi
Pada saat ini, tujuan dari hipnoterapi
adalah untuk mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Masalah Fisik dan Fisiologis
Ketegangan otot, hipertensi, dan
rasa nyeri yang berlebihan dapat dibantu dengan hipnoterapi. Hipnoterapi dapat
membuat tubuh menjadi rileks dan mengurangi intensitas nyeri yang berlebihan
secara drastis.
2.
Masalah Emosi dan Psikologis
Serangan panik, ketegangan dalam
menghadapi ujian, kemarahan, rasa bersalah, cemas, fobia, kurang percaya diri,
dan lain-lain adalah masalah-masalah emosi yang berhubungan dengan rasa
takut dan kegelisahan. Semua masalah di atas bisa diatasi dengan hipnoterapi.
3.
Masalah Perilaku
Masalah perilaku seperti merokok,
makan berlebihan hingga menyebabkan obesitas, minum minuman keras yang
berlebihan, gangguan tidur, dan berbagai macam perilaku ketagihan, dapat
diatasi dengan hipnoterapi.
F. Proses Hipnoterapi
Aktivitas pikiran manusia secara
sederhana dikelompokkan ke dalam empat wilayah yang dikenal dengan istilah Brainwave, yaitu : Beta, Alpha, Theta,
dan Delta.
Beta adalah kondisi pikiran pada
saat sesorang sangat aktif dan waspada. Kondisi ini adalah kondisi umum ketika
seseorang tengah beraktivitas normal. Frekuensi pikiran pada kondisi ini
sekitar 14-24 CPS (diukur dengan perangkat EEG).
Alpha adalah kondisi ketika
seseorang tengah fokus pada suatu hal atau pada saat seseorang dalam kondisi
relaksasi. Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 7-14 CPS.
Theta adalah kondisi relaksasi
yang sangat ekstrim, sehingga seakan-akan yang bersangkutan merasa “tertidur”,
kondisi ini seperti halnya pada saat seseorang melakukan meditasi yang sangat
dalam. Theta juga disebut sebagai gelombang pikiran ketika seseorang tertidur
dengan bermimpi, atau kondisi REM (Rapid
Eye Movement). Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 3.5-7 CPS.
Delta adalah kondisi tidur normal
(tanpa mimpi). Frekuensi pikiran pada kondisi ini sekitar 0.5-3.5 CPS.
Kondisi hipnosis sangat mirip
dengan kondisi gelombang pikiran Alpha dan Theta. Kondisi Beta, Alpha, dan
Theta merupakan kondisi umum yang berlangsung secara bergantian dalam diri
kita.
Pada saat setiap orang menuju
proses tidur alami, maka yang terjadi adalah gelombang pikiran ini secara
perlahan-lahan akan menurun mulai dari Beta, Alpha, Theta, kemudian Delta dimana
kita benar-benar mulai tertidur. Perpindahan wilayah ini tidak berlangsung
dengan cepat, sehingga sebetulnya walaupun seakan-akan seseorang sudah tampak
tertidur, mungkin saja ia masih berada di wilayah Theta. Pada wilayah Theta
seseorang akan merasa tertidur, suara-suara luar tidak dapat didengarkan dengan
baik, tetapi justru suara-suara ini didengar dengan sangat baik oleh pikiran
bawah sadarnya, dan cenderung menjadi nilai yang permanen, karena tidak
disadari oleh “pikiran sadar” yang bersangkutan.
G. Syarat-syarat melakukan Hipnoterapi
Secara konvensional, hipnoterapi
dapat diterapkan kepada mereka yang memenuhi persyaratan dasar, yaitu :
1.
Bersedia dengan sukarela
2. Memiliki kemampuan untuk fokus
3. Memahami komunikasi verbal
H. Tahapan Hipnoterapi
Pada saat proses hipnoterapi berlangsung,
klien hanya diam, duduk atau berbaring. Yang sibuk justru terapisnya, yang
bertindak sebagai fasilitator. Pada proses selanjutnya, klienlah yang
menghipnosis dirinya sendiri (otohipnosis). Berikut adalah tahapan hipnoterapi
:
1.
Pre-Induction (Interview)
Pada tahap awal, hipnoterapis dan
klien untuk pertama kalinya bertemu. Setelah klien mengisi formulir mengenai
data dirinya, hipnoterapis membuka percakapan (rapport) untuk membangun kepercayaan klien, menghilangkan rasa
takut terhadap hypnosis atau hipnoterapi, menjelaskan mengenai hipnoterapi, dan
menjawab semua pertanyaan yang klien ajukan. Sebelumnya, hipnoterapis harus
dapat mengenali aspek-aspek psikologis dari klien, antara lain hal yang
diminati dan tidak diminati, apa yang diketahui klien terhadap hipnosis, dan
seterusnya. Pre-Induction merupakan
tahapan yang sangat penting. Seringkali kegagalan proses hipnoterapi diawali
dari proses Pre-Induction yang tidak
tepat.
2.
Suggestibility Test
Fungsi dari uji sugestibilitas
adalah untuk menentukan apakah klien termasuk ke dalam golongan orang yang mudah
menerima sugesti atau tidak. Selain itu, uji sugestibilitas juga berfungsi
sebagai pemanasan dan juga untuk menghilangkan rasa takut terhadap proses
hipnoterapi. Uji sugestibilitas juga membantu hipnoterapis untuk menentukan teknik
induksi mana yang terbaik bagi klien.
3.
Induction
Induksi adalah cara yang
digunakan oleh seorang hipnoterapis untuk membawa pikiran klien berpindah dari
pikiran sadar (conscious) menuju
pikiran bawah sadar (subconscious),
dengan menembus apa yang dikenal dengan Critical Area.
Saat tubuh rileks, pikiran juga
menjadi rileks. Maka selanjutnya frekuensi gelombang otak dari klien akan turun
dari Beta, Alpha, lalu Theta. Semakin turun gelombang otak, klien akan menjadi semakin
rileks, sehingga klien berada dalam kondisi trance. Inilah yang
dinamakan dengan kondisi terhipnosis. Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman trance
klien dengan melakukan Depth Level Test (tingkat kedalaman trance
klien).
4.
Deepening (Pendalaman Trance)
Bila diperlukan, hipnoterapis
akan membawa klien ke trance yang lebih dalam. Proses ini dinamakan deepening.
5.
Suggestions / Sugesti
Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu
komponen terpenting dalam tahapan hipnoterapi. Pada saat klien masih berada
dalam trance, hipnoterapis juga akan
memberi Post Hypnotic Suggestion, yaitu sugesti yang diberikan kepada
klien pada saat proses hipnotis masih berlangsung dan diharapkan terekam terus
oleh pikiran bawah sadar klien, meskipun klien telah keluar dari proses hipnosis.
6.
Termination
Termination merupakan tahapan
terakhir dari hipnoterapi. Pada tahap ini, hipnoterapis secara perlahan-lahan
akan membangunkan klien dari “tidur” hipnosisnya dan membawanya menuju
keadaan yang sepenuhnya sadar.
BAB
III
KESIMPULAN
Hipnoterapi
adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti
untuk mengatasi masalah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku.
Hipnoterapi juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran dan penyembuhan
yang menggunakan metode hipnosis untuk memberi sugesti atau perintah positif
kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan psikologis atau
untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang agar menjadi lebih
baik.
Pada zaman
dahulu, hipnosis seringkali dikaitkan dengan kekuatan supranatural, ritual
keagamaan, kepercayaan, dan sebagainya. Banyak "orang pintar" di
zaman Mesir Kuno dan Yunani menggunakan metode hipnosis untuk mengobati
orang-orang dengan masalah emosi, masalah
psikologis, dan sebagai
alternatif anestesi pada saat itu, walaupun saat
itu belum ada istilah hipnosis. Abad ke-18 adalah titik awal
untuk sejarah hipnosis modern, yang dimulai dari pendeta yang bernama Gassner.
Setelah Gassner, barulah muncul beberapa tenaga kesehatan dari para dokter dan
psikolog yang meneliti tentang hipnosis dimulai dari Franz Anton Mesmer, Marquis
de Puysegur, John Elliotson, James Braid, Jean Martin Charcot, Sigmund Freud, Milton
Erickson, Dave Elman, dan Ommond McGill.
Proses
dan tahapan hipnoterapi perlu dilakukan sebaik-baiknya baik dari klien maupun
hipnoterapisnya. Jika proses dan tahapan hipnoterapi berjalan dengan baik, maka
yang menjadi tujuan dari dilangsungkannya hipnoterapi tersebut bisa dicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Ellias. (2009). Hipnosis & hipnoterapi, transpersonal/NLP. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kahija. (2007). Hipnoterapi: Prinsip-prinsip dasar praktek psikoterapi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Kroger, W.S. (2008). Clinical & experimental hypnosis in
medicine, densistry and psychology. Philadelphia USA: Lippincott William
& Wilkins.
Miller, R. (2015). Not so abnormal psychology, 1st ed. Washington D.C: American
Psychological Association.
Everybody loves most of the conversations, We really skilled, I would choose more information when it comes to this particular, because it's amazing., Along with because of obtain distributing. Hipnoterapi anak
ReplyDelete